Senin, 13 Oktober 2014

Teori Belajar Kognitif

BAB I
PENDAHULUAN

A.          Latar Belakang
Teori kognitif diawali oleh perkembangan psikologi gestalt yang dipelopori oleh Marx Wertheimer, walau sebenarnya seperti halnya dengan teori behaviorisme, kehadirannya dapat dirunut kebelakang ke masa Yunani kuno, berawal dari filsafat Plato dan Aristoteles. Namun, yang disebut sebagai pengembang teori ini adalah Jean Peaget. Tetapi, jangan dilupakan bahwa Piaget juga memegang peranan penting dalam teori konstruktivisme. Nama ahli lain para pionir aliran kognitivisme adalah Kurt Lewin, Jerome S. Bruner, Robeert M. Gagne, dan David P. Ausbel.
Sesungguhnya kognitivisme lahir merupakan respon terhadap behaviorisme, diawali oleh publikasi pada tahun 1929 oleh Bode, seorang psikologi gestalt. Ia mengkritik behaviorisme karena bergantungannya kepada perilaku yang diamati untuk menjelaskan pembelajaran. Pendangan gestalt tentang belajar dinyatakan dalam konsep pembelajaran yang disebut teori kognitif.

A.          Rumusan Masalah
Berdasarkan landasan diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan teori belajar kognitif?
2.      Apa saja jenis-jenis teori  belajar kognitif?
3.      Bagaimana aplikasi prinsip kognitivisme dalam pembelajaran?

B.           Tujuan
1.      Mengetahui apa yang dimaksud teori belajar kognitif
2.      Mengetahui jenis-jenis teori belajar kognitif
3.      Mengetahui aplikasi prinsip teori belajar kognitif


BAB II
PEMBAHASAN

A.          Teori Belajar Kognitivisme
Istilah cognitive berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti mengetahui. Dalam arti yang luas, cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976). Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu domain atau wilayah/ ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilakumental yang berhubungan dengan pemahaman, pertmbangan, dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa (Caplin, 1972).
Istilah “cognitive of theory learning” yaitu suatu bentuk teori belajar yang berpandangan bahwa belajar adalah merupakan proses pemusatan pikiran (kegiatan mental) (Slavin (1994). Teori belajar tersebut  beranggapan bahwa individu yang belajar itu memiliki kemampuan potensial, sehingga tingkah laku yang bersifat kompleks bukan hanya sekedar dari jumlah tingkah laku yang sederhana, maka dalam hal belajar me­nurut aliran ini adalah mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. Belajar tidak hanya sekedar melibatkan stimulus dan respon. Lebih dari itu, belajar juga melibatkan proses ber­pikir yang sangat kompleks. Yang menjadi priori­tas perhatian adalah pada proses bagai­mana suatu ilmu yang baru bisa ber­asimi­lasi dengan ilmu yang sebelumnya di­kuasai oleh masing-masing individu.
B.           Jenis-Jenis Teori Belajar Kognitif
1.      Teori Kognitif Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang padanan artinya bentuk atau konfigurasi. Dalam dunia psikologi gestalt dimaknai sebagai kesatuan atau keseluruhan yang bermakna (a unified or meaningful whole). Pokok pandangan gestalt adalah bahwa objek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasi. Berbeda dengan pandangan behaviorisme yang berasumsi adanya perilaku molekular, pandangan gestalt lebih menekankan kepada perilaku molar. Perilaku molekular bersifat mekanistik-otomatis dan menitikberatkan kepada perilaku dalam bentuk konstraksi otot atau keluarnya kelenjar (ingat bahwa objek penelitiannya berupa binatang). Sedangkan perilaku molar adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar.
Peletak dasar teori gestalt adalah Marx Wertheimer yang meneliti tentang pengamatan terhadap apa yang sering kita alami, tetapi bukan merupakan bagian dari sensasi kita yang sederhana. Berbeda dengan penganut aliran behaviorisme pada saat itu, Wertheimer lebih memberikan penekanan kepada keseluruhan, whole. Keseluruhan jauh lebih penting daripada jumlah semua bagian. Perilaku tidak ditentukan oleh salah satu unsur individual, perilaku ditentukan oleh sifat intrinsik dari keseluruhan. Gagasan pokok dari teori gestalt yaitu pengelompokan (grouping). Pentingnya grouping dijelaskan melalui hukum gestalt:
a.       Proximity, kedekatan, objek yang berdekatan satu sama lain cenderung mengelompok;
b.      Symmetry, simetri, atau similarity, kesamaan, makin mirip suatu objek makin cenderung mereka mengelompok;
c.       Good continuation, kesinambungan, objek yang membentuk garis sambung cenderung mengelompok.

2.      Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget
Menurut Piaget perkembangan kognitif me­rupakan suatu proses genetik, artinya proses yang didasarkan atas mekanisme biologis yaitu perkembangan sistim syaraf. Dengan semakin ber­tambahnya usia sesesorang maka semakin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya.
Menurut Piaget proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya. Penjenjangan ini bersifat hirarkis artinya harus dilalui ber­dasarkan urutan tertentu dan orang tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kog­nitifnya. Di sini terdapat empat macam jenjang, mulai jenjang sensomotorik (0 – 2 tahun) yang bersifat eksternal, pre-operasional (2 – 6 tahun), operasional konkrit (6/7 – 11/12 tahun) dan jenjang formal (11/2 – 18 tahun) yang bersifat internal (mampu berfikir abstrak atau meng­adakan penalaran). Untuk lebih jelas­nya dapat dilihat  perkembangan individu  ter­sebut pada 4 tahapan. Yang pertama adalah sensori motor, yakni perkembangan  ranah kog­nitif yang ter­jadi pada  usia 0 – 2 tahun. Yang kedua adalah pre-operational, yakni per­kembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2 – 7 tahun. Yang ketiga adalah concrete operational, yakni per­kembang­an ranah kognitif yang terjadi pada usia 7 – 11 tahun. Yang terakhir adalah formal operational, yakni perkembangan ranah kog­nitif yang terjadi pada usia 11 sampai dewasa awal (Slavin, 1994:14).
3.      Teori Kognitif Jerome S. Bruner
Dalam pembahasan perkembangan kognisi, Bruner menekankan pada adanya pengaruh ke­budayaan pada tingkah laku seseorang. Bila Piaget menyatakan bahwa perkembangan kog­nitif berpengaruh pada perkembangan bahasa se­se­orang, maka sebaliknya Bruner menyata­kan bahwa perkembangan bahasa besar pe­nga­ruh­nya ter­hadap perkembangan kognisi.
Menurut Bruner, perkembangan kognisi se­se­orang terjadi melalui tiga tahap yang di­tentu­kan oleh cara dia melihat lingkungannya. Tahap pertama adalah tahap en-aktif, di mana indi­vidu melakukan aktivitas-aktivitas untuk me­mahami lingkungannya. Tahap kedua adalah tahap ikonik di mana ia melihat dunia atau lingkungannya melalui gambar-gambar atau visualisasi verbal. Tahap terakhir adalah tahap simbolik, di mana ia mempunyai gagasan secara abstrak yang banyak di­pengaruhi bahasa dan logika; komunikasi di­lakukan dengan bantuan sistem simbol. Makin dewasa makin dominan pula sistem simbol se­se­orang.
C.           Aplikasi Prinsip Kognitivisme
Ada dua kajian mengenai teori kognitif yang penting dalam perancangan pembelajaran, yaitu: (1) teori tentang struktur representasi kognitif, dan (2) proses ingatan (memory). Struktur kognisi di­definisikan sebagai struktur organisasional yang ada dalam ingatan sese­orang ketika meng­inte­grasikan unsur-unsur pe­ngetahuan yang ter­pisah-pisah ke dalam suatu unit konsep­tual. Proses ingatan merupakan pe­ngelolaan infor­masi di dalam ingatan (memory) dimulai dengan proses penyandian informasi (coding), diikuti penyim­panan informasi (stro­rage), dan kemu­dian mengungkapkan kembali informasi-infor­masi yang telah di simpan dalam ingatan (retrieval).
Dengan adanya konsep tersebut, maka sebagai kata kunci dalam teori psikologi kognitif adalah “Infor­mation Processing Model” yang men­des­kripsikan: proses penyandian informasi, proses pe­nyimpanan infor­masi, dan proses peng­ung­kapan kembali suatu infor­masi atau pe­nge­tahuan dari kon­sepsi pikiran. Model tersebut akhir-akhir ini se­makin men­dominasi sebagian besar riset atau pembahasan mengenai psiko­logi pendidikan atau pem­belajaran. Jadi, dalam model ini peristiwa-peristiwa mental diuraikan sebagai transfor­ma­si-transformasi informasi dimulai dari input (masuk­an) berupa stimulus hingga menjadi output (keluaran) be­rupa respon (Slavin, 1994).
Dengan demikian, fokus pada masalah belajar adalah: suatu kegiatan berproses, dan se­lanjut­nya suatu perubahan bertahap. Dalam tahap pe­ngelolaan informasi yang berasal dari stimu­lus eksternal, Bruner menyampaikan tahap ter­sebut menjadi tiga fase dalam proses belajar, yaitu: (1) fase informasi, (2) fase transformasi, dan (3) fase evaluasi (Barlow, 1985). Dan me­nurut Witting (1981) setiap proses belajar akan selalu berlangsung dalam tiga tahapan, yaitu: (1) Acquisition (tahap perolehan atau pe­ne­ri­maan informasi), (2) Storage (tahap pe­nyim­pangan informasi), dan (3) Retrieval (tahap me­nyampaikan kembali infor­masi). Dan untuk mengaplikasikannya dalam proses belajar dan pembelajaran meliputi: (a) pembelajar akan lebih mampu mengingat dan memahami se­suatu apabila pelajaran ter­sebut disusun dalam pola dan logika tertentu, (b) penyusunan materi pelajaran harus dari yang sederhana ke yang rumit, (c) belajar dengan memahami lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa pe­ngertian penyajian, dan (d) adanya perbedaan individual pada pem­belajar harus diperhatikan.




BAB III
PENUTUP

A.          Penutup
Penyampaian informasi atau materi pelajaran dalam proses belajar mengajar menurut sudut pandang­­ kognitif, yaitu suatu cara untuk me­ngembangkan ranah cipta siswa agar berfungsi se­cara optimal. Pengembangan ranah cipta (kognitif) dalam proses belajar mengajar ter­se­but di­pandang vital dan strategis, karena ranah inilah yang paling dominan dalam kejiwa­an. Ranah psikologis yang bermarkas di dalam otak ini merupa­kan sumber dan sekaligus pe­ngen­dali  ranah-ranah psikologis lainnya, yakni ranah rasa (afektif) dan ranah karsa (psikomotorik). Otak dengan segala perangkatnya yang sifatnya unik dan rumit tidak hanya berfungsi sebagai mesin penggerak akti­vitas akal semata, tetapi juga sebagai menara pengontrol aktivitas pe­rasaan dan perbuatan.



DAFTAR PUSTAKA

Syah, Muhibbin. 2006. Psikologi Belajar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Suyono & Hariyanto. 2014. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset
Chaplin, J. P. 1972. Dictionaryof Psycology. New York: Dell Publishing Co. Inc.
Dahar, Ratna Willis. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Depdikbud Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi PPLPTK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Lingkaran dan Busur Lingkaran 1. Lingkaran Lingkaran adalah tempat kedudukan titik-titik pada bidang datar yang b...