Pejalan Kaki Akan Ditilang: Langkah Kontroversial Demi Keselamatan?

Dalam waktu dekat, muncul wacana bahwa pejalan kaki yang melanggar aturan lalu lintas akan dikenai tilang. Rencana ini menuai beragam respons dari masyarakat. Di satu sisi, kebijakan ini dinilai dapat meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan di jalan raya. Namun di sisi lain, muncul kekhawatiran bahwa pejalan kaki yang selama ini dianggap sebagai kelompok paling rentan justru akan semakin dibebani. Apakah penilangan terhadap pejalan kaki adalah langkah bijak?
Pejalan kaki sering kali terabaikan dalam sistem transportasi di Indonesia. Banyak trotoar yang rusak, terhalang pedagang kaki lima, atau bahkan tidak tersedia sama sekali. Dalam kondisi seperti ini, tidak jarang pejalan kaki terpaksa berjalan di badan jalan dan kadang melintasi jalan tidak pada tempatnya. Namun, ketika hal ini dianggap pelanggaran dan akan ditindak melalui tilang, muncul pertanyaan: sudah siapkah infrastruktur kita untuk menertibkan pejalan kaki?
Dari sisi hukum, menertibkan semua pengguna jalan termasuk pejalan kaki bukanlah hal yang salah. UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebenarnya sudah mengatur bahwa semua pengguna jalan wajib mematuhi rambu dan tata tertib. Artinya, pejalan kaki yang menyebrang sembarangan, tidak menggunakan zebra cross, atau mengabaikan lampu lalu lintas memang bisa dianggap melanggar hukum.
Namun demikian, perlu diluruskan bahwa sistem tilang elektronik berbasis kamera ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement) tidak berlaku untuk pejalan kaki. Hal ini ditegaskan oleh Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Komarudin, bahwa meskipun pejalan kaki juga termasuk pengguna jalan, sistem ETLE hanya dapat menangkap pelanggaran yang dilakukan oleh pengendara kendaraan bermotor. Dengan kata lain, jika ada pelanggaran oleh pejalan kaki, penindakan tetap harus dilakukan secara manual oleh petugas di lapangan.
Dalam pelaksanaannya, perlu pendekatan yang lebih humanis dan bertahap. Tilang seharusnya menjadi langkah terakhir setelah edukasi, penyediaan fasilitas yang layak, dan penegakan yang adil terhadap semua pengguna jalan — termasuk pengendara motor yang sering kali melanggar hak pejalan kaki. Jika pemerintah ingin menilang pejalan kaki, maka pemerintah juga wajib memastikan trotoar aman, bersih, dan dapat diakses.
Lebih jauh, penerapan aturan ini juga bisa menjadi momentum penting untuk memperbaiki budaya berlalu lintas di Indonesia. Selama ini, hukum lebih banyak diarahkan kepada pengendara kendaraan bermotor, sementara pejalan kaki seolah tidak memiliki peran. Padahal, tertib lalu lintas adalah tanggung jawab bersama.
Pada akhirnya, penilangan terhadap pejalan kaki bisa menjadi langkah positif jika dilakukan dengan adil, edukatif, dan didukung fasilitas memadai. Jangan sampai hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Yang lebih penting dari sekadar menilang adalah menciptakan lingkungan jalan raya yang aman, nyaman, dan berkeadilan bagi semua.
A. Lingkaran dan Busur Lingkaran 1. Lingkaran Lingkaran adalah tempat kedudukan titik-titik pada bidang datar yang b...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar